Welcome

Saturday, May 29, 2010

Penanganan pencemaran udara pada mesin-mesin industri

Industri selalu dikaitkan sebagai sumber pencemar karena aktivitas industri merupakan kegiatan yang sangat tampak dalam pembebasan berbagai senyawa kimia ke lingkungan. Teman-teman sering melihat asap tebal membubung keluar dari cerobong pabrik? Ya, asap tebal tersebut merupakan limbah gas yang dikeluarkan pabrik ke lingkungan. Bagaimanakah teknologi pengolahan limbah gas tersebut sebelum akhirnya dibuang ke lingkungan bebas?
Sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai pencemar udara terutama apabila konsentrasi gas tersebut melebihi tingkat konsentrasi normal dan dapat berasal dari sumber alami (seperti gunung api) serta juga gas yang berasal dari kegiatan manusia (anthropogenic sources). Senyawa pencemar udara itu sendiri digolongkan menjadi (a) senyawa pencemar primer, dan (b) senyawa pencemar sekunder. Senyawa pencemar primer adalah senyawa pencemar yang langsung dibebaskan dari sumber sedangkan senyawa pencemar sekunder ialah senyawa pencemar yang baru terbentuk akibat antar-aksi dua atau lebih senyawa primer selama berada di atmosfer. Dari sekian banyak senyawa pencemar yang ada, lima senyawa yang paling sering dikaitkan dengan pencemaran udara ialah: karbonmonoksida (CO), oksida nitrogen (NOx), oksida sulfur (SOx), hidrokarbon (HC), dan partikulat (debu).
Definisi dari pencemaran udara itu sendiri ialah peristiwa pemasukan dan/atau penambahan senyawa, bahan, atau energi ke dalam lingkungan udara akibar kegiatan alam dan manusia sehingga temperatur dan karakteristik udara tidak sesuai lagi untuk tujuan pemanfaatan yang paling baik. Atau dengan singkat dapat dikatakan bahwa nilai lingkungan udara tersebut telah menurun.
Pencemaran udara yang disebabkan oleh aktivitas manusia dapat ditimbulkan dari 6 (enam) sumber utama, yaitu:
1. pengangkutan dan transportasi
2. kegiatan rumah tangga
3. pembangkitan daya yang menggunakan bahan bakar fosil
4. pembakaran sampah
5. pembakaran sisa pertanian dan kebakaran hutan
6. pembakaran bahan bakar dan emisi proses
Suatu penelitian dari Ross [1972] menyatakan bahwa pengangkutan merupakan sumber yang memberikan iuran terbesar dalam emisi pencemar per tahun dan hal ini terus meningkat karena adanya penambahan kendaraan dalam lalu lintas di jalan raya pada lima tahun terakhir. Di Amerika Serikat, industri memberikan bagian yang relatif kecil pada pencemaran atmosferik jika dibandingkan dengan pengangkutan. Namun, karena kegiatan industri merupakan aktivitas yang mudah diamati dan merupakan golongan sumber pencemaran titik (point source of pollution), masyarakat pada umumnya lebih menganggap industri sebagai sumber utama polutan yang menyebabkan udara tercemar. Belum lagi dengan limbah padat dan limbah cair industri yang semakin memperparah image negatif industri di masyarakat.
Pengendalian Pencemaran
Pengendalian pencemaran akan membawa dampak positif bagi lingkungan karena hal tersebut akan menyebabkan kesehatan masyarakat yang lebih baik, kenyamanan hidup lingkungan sekitar yang lebih tinggi, resiko yang lebih rendah, kerusakan materi yang rendah, dan yang paling penting ialah kerusakan lingkungan yang rendah. Faktor utama yang harus diperhatikan dalam pengendalian pencemaran ialah karakteristik dari pencemar dan hal tersebut bergantung pada jenis dan konsentrasi senyawa yang dibebaskan ke lingkungan, kondisi geografik sumber pencemar, dan kondisi meteorologis lingkungan.
Pengendalian pencemaran udara dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengendalian pada sumber pencemar dan pengenceran limbah gas. Pengendalian pada sumber pencemar merupakan metode yang lebih efektif karena hal tersebut dapat mengurangi keseluruhan limbah gas yang akan diproses dan yang pada akhirnya dibuang ke lingkungan. Di dalam sebuah pabrik kimia, pengendalian pencemaran udara terdiri dari dua bagian yaitu penanggulangan emisi debu dan penanggulangan emisi senyawa pencemar.
Alat-alat pemisah debu bertujuan untuk memisahkan debu dari alirah gas buang. Debu dapat ditemui dalam berbagai ukuran, bentuk, komposisi kimia, densitas, daya kohesi, dan sifat higroskopik yang berbeda. Maka dari itu, pemilihan alat pemisah debu yang tepat berkaitan dengan tujuan akhir pengolahan dan juga aspek ekonomis. Secara umum alat pemisah debu dapat diklasifikasikan menurut prinsip kerjanya:
Pemisah Brown
Alat pemisah debu yang bekerja dengan prinsip ini menerapkan prinsip gerak partikel menurut Brown. Alat ini dapat memisahkan debu dengan rentang ukuran 0,01 – 0,05 mikron. Alat yang dipatenkan dibentuk oleh susunan filamen gelas denga jarak antar filamen yang lebih kecil dari lintasan bebas rata-rata partikel.
Penapisan
Deretan penapis atau filter bag akan dapat menghilangkan debu hingga 0,1 mikron. Susunan penapis ini dapat digunakan untuk gas buang yang mengandung minyak atau debu higroskopik.

Electrostatic Precipitator
Pengendap elektrostatik
Alat ini mengalirkan tegangan yang tinggi dan dikenakan pada aliran gas yang berkecepatan rendah. Debu yang telah menempel dapat dihilangkan secara beraturan dengan cara getaran. Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan pengendap elektrostatik ini ialah didapatkannya debu yang kering dengan ukuran rentang 0,2 – 0,5 mikron. Secara teoritik seharusnya partikel yang terkumpulkan tidak memiliki batas minimum.
Pengumpul sentrifugal
Pemisahan debu dari aliran gas didasarkan pada gaya sentrifugal yang dibangkitkan oleh bentuk saluran masuk alat. Gaya ini melemparkan partikel ke dinding dan gas berputar (vortex) sehingga debu akan menempel di dinding serta terkumpul pada dasar alat. Alat yang menggunakan prinsip ini digunakan untuk pemisahan partikel dengan rentang ukuran diameter hingga 10 mikron lebih.
Pemisah inersia
Pemisah ini bekerja atas gaya inersia yang dimiliki oleh partikel dalam aliran gas. Pemisah ini menggunakan susunan penyekat sehingga partikel akan bertumbukan dengan penyekat dan akan dipisahkan dari aliran fasa gas. Alat yang bekerja berdasarkan prinsip inersia ini bekerja dengan baik untuk partikel yang berukuran hingga 5 mikron.
Pengendapan dengan gravitasi
Alat yang bekerja dengan prinsip ini memanfaatkan perbedaan gaya gravitasi dan kecepatan yang dialami oleh partikel. Alat ini akan bekerja dengan baik untuk partikel dengan ukuran yang lebih besar dari 40 mikron dan tidak digunakan sebagi pemisah debu tingkat akhir.
Di industri, terdapat juga beberapa alat yang dapat memisahkan debu dan gas secara bersamaan (simultan). Alat-alat tersebut memanfaatkan sifat-sifat fisik debu sekaligus sifat gas yang dapat terlarut dalam cairan. Beberapa metoda umum yang dapat digunakan untuk pemisahan secara simultan ialah:

Irrigated Cyclone Scrubber
Menara percik
Prinsip kerja menara percik ialah mengkontakkan aliran gas yang berkecepatan rendah dengan aliran air yang bertekanan tinggi dalam bentuk butiran. Alat ini merupakan alat yang relatif sederhana dengan kemampuan penghilangan sedang (moderate). Menara percik mampu mengurangi kandungan debu dengan rentang ukuran diameter 10-20 mikron dan gas yang larut dalam air.
Siklon basah
Modifikasi dari siklon ini dapat menangani gas yang berputar lewat percikan air. Butiran air yang mendandung partikel dan gas yang terlarut akan dipisahkan dengan aliran gas utama atas dasar gaya sentrifugal. Slurry dikumpulkan di bagian bawah siklon. Siklon jenis ini lebih baik daripada menara percik. Rentang ukuran debu yang dapat dipisahkan ialah antara 3 – 5 mikron.
Pemisah venture
Metode pemisahan venturi didasarkan atas kecepatan gas yang tinggi pada bagian yang disempitkan dan kemudan gas akan bersentuhan dengan butir air yang dimasukkan di daerah sempit tersebut. Alat ini dapat memisahakan partikel hingga ukuran 0,1 mikron dan gas yang larut di dalam air.
Tumbukan orifice plate
Alat ini disusun oleh piringan yang berlubang dan gas yang lewat orifis ini membentur lapisan air hingga membentuk percikan air. Percikan ini akan bertumbukkan dengan penyekat dan air akan menyerap gas serta mengikat debu. Ukuran partikel paling kecil yang dapat diserap ialah 1 mikron.
Menara dengan packing
Prinsip penyerapan gas dilakukan dengan cara mengkontakkan cairan dan gas di antara packing. Aliran gas dan cairan dapat mengalir secara co-current, counter-current, ataupun cross-current. Ukuran debu yang dapat diserap ialah debu yang berdiameter lebih dari 10 mikron.
Pencuci dengan pengintian
Prinsip yang diterapkan adalah pertumbuhan inti dengan kondensasi dan partikel yang dapat ditangani ialah partikel yang berdiameter hingga 0,01 mikron serta dikumpulkan pada permnukaan filamen.
Pembentur turbulen
Pembentur turben pada dasarnya ialah penyerapan partikel dengan cara mengalirkan aliran gas lewat cairan yang berisi bola-bola pejal. Partikel dapat dipisahan dari aliran gas karena bertumbukkan dengan bola-bola tersebut. Efisiensi penyerapan gas bergantung pada jumlah tahap yang digunakan.
Pemilihan Teknologi
Teknologi pengendalian harus dikaji secara seksama agar penggunaan alat tidak berlebihan dan kinerja yang diajukan oleh pembuat alat dapat dicapai dan memenuhi persyaratan perlindungan lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan teknologi pengendalian dan rancangan sistemnya ialah:
1. watak gas buang atau efluen
2. tingkat pengurangan limbah yang dibutuhkan
3. teknologi komponen alat pengendalian pencemaran
4. kemungkinan perolehan senyawa pencemar yang bernilai ekonomi
Industri-industri di Indonesia terutama industri milik negara telah menerapakan sistem pengendalian pencemaran udara dan sistem ini terutama dikaitkan dengan proses produksi serta penanggulangan pencemaran debu.


Solusi :
Pengendalian pencemaran udara dilakukan dengan dua cara yaitu pengendalian pada sumber pencemar dan pengenceran limbah gas. Pengendalian pada sumber pencemar merupakan metode yang lebih efektif karena hal tersebut dapat mengurangi keseluruhan limbah gas yang akan diproses dan yang pada akhirnya dibuang ke lingkungan. Di dalam sebuah pabrik kimia, pengendalian pencemaran udara terdiri dari dua bagian yaitu penanggulangan emisi debu dan penanggulangan emisi senyawa pencemar.

referensi http://majarimagazine.com/2009/01/teknologi-pengolahan-limbah-gas/

disusun untuk memenuhi tugas Manajemen Limbah Industri Teknik Industri UGM

Pengolahan Limbah Serbuk Kayu dengan menerapkan sistem Waste To product

Karena sifat dan karakteristiknya yang unik, kayu merupakan bahan yang paling banyak digunakan untuk keperluan konstruksi. Kebutuhan kayu yang terus meningkat dan potensi hutan yang terus berkurang menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain dengan memanfaatkan limbah berupa serbuk kayu menjadi produk yang bermanfaat.

Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di Indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m3 per tahun dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2 % per tahun sedangkan produksi kayu bulat diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian terjadi defisit sebesar 45 juta m3 (Priyono,2001). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah oleh adanya konversi hutan alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran hutan, praktek pemanenan yang tidak efisen dan pengembangan infrastruktur yang diikuti oleh perambahan hutan. Kondisi ini menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain melalui konsep the whole tree utilization, disamping meningkatkan penggunaan bahan berlignoselulosa non kayu, dan pengembangan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu.

Selama ini limbah serbuk kayu banyak menimbulkan masalah dalam penanganannya yang selama ini dibiarkan membusuk, ditumpuk dan dibakar yang kesemuanya berdampak negatif terhadap lingkungan sehingga penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat ditempuh adalah memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah dengan teknologi aplikatif dan kerakyatan sehingga hasilnya mudah disosialisasikan kepada masyarakat.

Pengolahan waste to product merupakan pengolahan limbah menjadi bahan baku atau produk baru yang bernilai ekonomis. Dalam pengelolaannya, waste to product harus menerapkan prinsip-prinsip:

1. Reduce;

Reduce artinya mengurangi. Dalam hal ini, diharapkan kita dapat mengurangi penggunaan material kayu yang dapat menambah jumlah limbah serbuk kayu, serta dapat mengurangi dan mencegah kerusakan hutan akibat penebangan hutan secara liar tanpa memperhatikan kondisi lingkungan.

2. Reuse;

Reuse artinya pemakaian kembali. Dalam pengolahan limbah serbuk gergaji ini, maksudnya adalah menggunakan kembali serbuk gergaji menjadi bahan baku untuk membuat briket arang yang bernilai ekonomis.

3. Recycle;

Recycle artinya mendaur ulang. Dalam pengolahan limbah serbuk gergaji ini, maksudnya adalah mendaur ulang serbuk gergaji menjadi produk baru, yaitu briket arang.

4. Dapat mengurangi biaya;

Seperti telah diketahui, saat ini sedang terjadi krisis energi bahan bakar. Saat ini minyak tanah telah langka, dan harga gas LPG melonjak. Banyak rakyat kecil yang merasa terbebani dengan adanya kenaikan harga gas LPG tersebut. Dengan adanya briket arang, diharapkan hal tersebut dapat teratasi dan mampu menolong rakyat kecil. Pengolahan limbah serbuk kayu menjadi briket arang sangat mudah dan biaya produksinya pun sedikit, karena bahan bakunya berasal dari limbah yang dengan mudah dapat kita peroleh dimana-mana. Selain itu pengolahan limbah ini juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat bila pembuatan briket arang ini dikelola dengan baik untuk selanjutnya briket arang dijual. Bahan pembuatan briket arang mudah didapatkan disekitar kita berupa serbuk kayu gergajian.

5. Mampu menghemat energi;

Pengolahan limbah serbuk gergaji menjadi briket arang terbukti mampu menghemat penggunaan energi. Pada tahun 1990 berdiri pabrik briket arang tanpa perekat di Jawa Barat dan Jawa Timur yang menggunakan serbuk gergajian kayu sebagai bahan baku utamanya.

Kualitas briket arang yang dihasilkan mempunyai nilai kalor kurang dari 7000 kal/g yaitu sebesar 6341 kal/g dan kadar karbon terikatnya sebesar 74,35 %. Namun demikian studi yang dilaksanakan di Jawa Barat menunjukkan bahwa pabrik briket arang dengan kapasitas sebanyak 260 kg briket arang/hari dapat menguntungkan. Di pasar swalayan sekarang dapat dibeli briket arang dari kayu dengan dengan harga jual Rp 12.000/2,5 kg.

Apabila briket arang dari serbuk gergajian ini dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif baik sebagai pengganti minyak tanah maupun kayu bakar maka akan dapat terselamatkan CO2 sebanyak 3,5 juta ton untuk Indonesia, sedangkan untuk dunia karena kebutuhan kayu bakar dan arang untuk tahun 2000 diperkirakan sebanyak 1,70 x 109 m3 (Moreira (1997) maka jumlah CO2 yang dapat dicegah pelepasannya sebanyak 6,07 x 109 ton CO2/th.

6. Eco-efisiensi;

Eco-efisiensi disini maksudnya pengolahan limbah serbuk gergaji diharapkan dapat berimbas positif terhadap lingkungan. Dengan penggunaan briket arang sebagai bahan bakar maka kita dapat menghemat penggunaan kayu sebagai hasil utama dari hutan. Selain itu memanfaatkan serbuk gergaji sebagai bahan pembuatan briket arang maka akan meningkatkan pemanfaatan limbah hasil hutan sekaligus mengurangi pencemaran udara, karena selama ini serbuk gergaji kayu yang ada hanya dibakar begitu saja.

Sebagai informasi tambahan, berikut merupakan cara pembuatan briket arang dari limbah serbuk gergaji.

1. Peralatan

▪ Ayakan ukuran lolos 50 mesh dan 70 mesh

▪ Cetakan briket

▪ Oven.

2. Bahan

▪ Serbuk gergaji

▪ Tempurang kelapa

▪ Lem kanji

3. Tahapan pembuatan

a. Pengarangan

Serbuk gergaji dan tempurung kelapa dibuat arang dengan pengarangan manual (dibakar).

b. Pengayakan

Pengayakan maksud untuk menghasilkan arang serbuk gergajian dan tempurung kelapa yang lembut dan halus. Arang serbuk gergaji diayak dengan saringan ukuran kelolosan 50 mesh dan arang tempurung kelapa dengan ukuran 70 mesh.

c. Pencampuran media

Arang serbuk gergaji dan tempurung kelapa yang telah disaring selanjutnya dicampur dengan perbandingan arang serbuk gergaji 90 % dan arang tempurung kelapa 10 %. Pada saat pencampuran ditambah dengan lem kanji sebanyak 2,5 % dari seluruh campuran arang serbuk gergaji dan tempurung kelapa.

d. Pencetakan Briket Arang

Setelah bahan-bahan tersebut dicampur secara merata, selanjutnya dimasukkan ke dalam cetakan briket dan dikempa

http://onlinebuku.com/2009/04/07/pengolahan-limbah-serbuk-kayu-dengan-menerapkan-sistem-waste-to-product/

Solusi :

Penerapan prinsip 3R (Reuse, Reduce, Recycle) untuk mengolah limbah serbuk kayu menjadi produk yang lebih berguna.

Pengelolaan Limbah Kaca Sebagai Bahan Dasar Perhiasan

Sampah merupakan salah satu permasalahan yang tengah dihadapi oleh kota-kota besar, khususnya sampah anorganik (non-biodegradable). Cara mengatasinya agar tidak mencemari lingkungan masih menjadi persoalan besar. Penanganan sampah anorganik yang terencana memiliki prospek untuk memecahkan permasalahan tersebut. Pemanfaatan limbah kaca berbentuk pecahan kecil memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan dasar perhiasan. Salah satunya adalah membentuk menjadi batu-batuan hias melalui proses pelelehan berdasarkan penelitian terhadap jenis-jenis limbah kaca dan klasifikasinya.
Penelitian juga dilakukan pada pembuatan cetakan logam (kuningan) pembentuk batu-batuan hias kaca. Demikian pula pada jenis-jenis logam yang akan digunakan sebagai ikatan. Logam terpilih adalah tembaga, karena selain harganya yang relatif terjangkau juga mudah dibentuk dan diwarna.
Penelitian ini bersifat eksploratif yang meliputi aspek-aspek teknis, estetis dan fungsional. Hal ini mencangkup pembuatan cetakan, penekan kaca, pengolahan logam pengikat, proses finishing logam, perakitan elemen dekoratif, dan penyempurnaannya. Pentahapan penelitian meliputi seleksi dan pengolahan limbah kaca, pengembangan cetakan, pengembangan perakitan dan pengembangan desain elemen dekoratif limbah kaca dengan ikatan tembaga dan kuningan. Hasilnya adalah sejumlah batu-batuan hias dalam aneka bentuk, ukuran, dan warna kaca serta perhiasan dalam berbagai perangkat gelang dan kalung.
Limbah kaca yang dimanfaatkan (didaur ulang) untuk pembuatan elemen dekoratif, dapat digunakan sebagai perhiasan dengan harga yang relatif terjangkau. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif pilihan perhiasan yang sudah ada di pasar baik dari segi estetik maupun harga, khususnya bila dibandingkan dengan perhiasan dari batu dan logam mulia atau perhiasan impor. Pada konteks sosial diharapkan hasil-hasil penelitian ini dapat meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap produk-produk kria, dan selain itu pula memperluas wawasannya tentang potensi yang terdapat pada barang-barang limbah.
Hasil limbah kaca khususnya di kota-kota metropolitan sepert Jakarta maupun. Surabaya terus meningkat. Hal ini disebabkan terus berkembangnya tingkat konsumsi masyarakat terhadap minuman yang menggunakan kaca sebagai kemasan. Belum lagi limbah kaca yang dihasilkan oleh industri dan perusahaan komersial. Menurut penelitian yang telah dilakukan, hanya sebagian kecil dari limbah kaca tersebut yang di daur ulang, isanya limbah aca tersebut dibuang ke lahan-lahan terbuka atau hanya sekadar ditimbun dalam tanah.
Kaca merupakan material yang reaktif, bila ditambahkan pada beton yang menggunakan semen portland. Hal ini akan menyebabkan masalah durability pada jangka panjang, yang dinamakan alkali-silica reaction (ASR) Akibat dari ASR adalah ASR gel yang akan menyebabkan beton mengembang karena absorbsi uap yang lembab. ASR adalah proses kemofisika yang memungkinkan terjadinya kerusakan secara mekanis, pengembangan dan ekspansi. Hal ini tergantung kepada komposisinya.
Dari ekspansi yang telah diamati, hasil dari ekspansi yang elastik maupun non-elastik disebabkan oleh kumulatif dari tekanan hidrostatik, dimana tergantung kepada modul elastik dari matriks agregat, kekentalan dari ASR gel, permeability dari matriks, dan ukuran dari agregat. ASR telah diteliti pada beberapa terowongan, jembatan dan pintu air yang terdapat di Belanda. Pada beberapa kerusakan yang terlihat pada beton, diduga akibat pengaruh dari ASR. Pada seluruh kasus kerusakan beton secara umum, penyebab dari kerusakan beton tentu saja tidak dapat dipastikan hanya akibat ASR saja, karena fenomena kerusakan yang terjadi sangat bervariasi tergantung kepada ciri keretakan struktur yang terjadi. Pada beberapa kasus kerusakan beton, shrinkage dan frost (embun beku) dapat turut berperan sebagai penyebabnya.
Penggunaan agregat kaca pada beton di saat ini telah menjadi realita di dunia konstruksi. Hal ini disebabkan karena penggunaan agregat kaca dapat menekan biaya bahan baku beton. Dalam Final Report yang berjudul Recycled Materials in Portland Cement Concrete’ yang disusun oleh Prof. Dr. Farhad Ansari dari Dept. of Civil and Materials Engineering Universityof Illinois at Chicago, agregat kaca dapat digunakan pada beton untuk menghasilkan mutu yang tinggi. Namun seringkali dijumpai permasalahan yaitu timbulnya retak – retak pada beton yang komposisinya menggunakan agregat kaca.
Memanfaatkan limbah kaca sebagai ‘green engineering’
Selama beberapa tahun terakhir, telah diadakan penelitian untuk mengembangkan material baru, seperti agregat kaca, di dalam bahan konstruksi. Di samping itu, terdapat sejumlah alasan dari segi lingkungan, diupayakan agar limbah kaca tidak terus bertambah dan memenuhi tempat tempat pembuangan. Limbah kaca tidak seperti limbah kertas atau limbah organik lainnya, yang bisa terdekomposisi bila dibuang di lahan-lahan terbuka. Dari penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya, dibutuhkan biaya yang cukup besar untuk mengangkut limbah-limbah kaca tersebut ke tempat pembuangan.

Unsur pokok dari kaca adalah silica. Terdapat indikasi bahwa terjadi pengembangan (expansion) pada volume beton, meskipun menggunakan low alkali cement. Pada beton konvensional, perubahan volume dapat terjadi pada saat sebelum maupun setelah setting selesai, berupa penyusutan ataupun pengembangan. Pada beton yang menggunakan agregat kaca, shrinkage dapat digunakan sebagai salah satu indikator mengenai penyusutan dan pengembangan yang terjadi ataupun kombinasi dari kedua fenomena tersebut. Salah satu kendala penggunaan agregat kaca pada beton adalah terjadinya Alkali Silica Reaction (ASR) antara pasta semen dan agregat kaca. Karena itu, perlu diberikan perhatian khusus pada ASR (Alkali Silica Reaction), khususnya pada beton yang menggunakan agregat kaca.Columbia University telah melakukan riset yang menyelidikipenggunaan agregat kaca pada beton.
Aspek penting dari ASR pada beton dengan agregat kaca juga telah dipelajari. Warna dari agregat kaca juga mempunyai peranan penting. Agregat kaca yang berwarna hijau ternyata tidak menyebabkan ekspansi. Spesifikasi dari produk beton dengan menggunakan kaca sebagai agregat masih dalam perkembangan, termasuk concrete masonry blocks dengan 10% agregat kaca yang warnanya bermacam-macam, dan 100% gregat kaca yang hanya terdiri dari satu macam warna saja, yang dipakai untuk menambah nilai segi arsitektural dan aplikasi dari segi dekoratif.
Permasalahan pembuangan limbah kaca di New York mendorong evaluasi ulang untuk situasi ini. Sebuah riset komprehensif dilakukan oleh Columbia University sejak tahun 1994 untuk mempelajari kecocokan dari campuran warna agregat kaca yang dipakai pada concrete masonry blocks. Aspek penting dari ASR pada beton yang menggunakan agregat kaca telah dipelajari dengan eksperimen menggunakan standard test ASTM C 1260 dan metode praktis untuk mengurangi efek yang berbahaya yang disebabkan ASR.

ASR membutuhkan perhatian serius, khususnya dalam industri betonkarena kemungkinan terjadinya juga reaksi dengan beberapa agregat alami, dan kerugian lainnya yang terjadi setelah jangka waktu yang lama. Struktur kimia yang sederhana dan amorphous dari soda-lime glass membuatnya menjadi agregat yang ideal untuk diteliti aspek fundamental dari ASR.Rintangan yang utama dalam mempelajari ASR adalah sifatnya yang long-term .
Hasil dari kerusakan yang ditim bulkan ASR membutuhkan waktu beberapa tahun untuk menunjukkan ciri-cirinya. Proses ASR meliputi reaksi kimia yang heterogen antara reaksi padat dan cair. Oleh karena itu, area perm ukaan dari agregat dipengaruhi oleh ukurannya. Ekspansi biasanya tidak tampak hingga 3 sam pai 4 hari. Komposisi kimia dari ASR gel adalah factor penting di dalam menentukan ekspansi. Teori klasik untuk menjelaskan perilaku dari pessimum(ekspansi maksimum) didasarkan pada mekanisme yang berkaitan dengan perbandingan Na 2O/ SiO 2 dalam ASR gel products . 2.1.2. Pengaruh Kandungan Kaca Ekspansi m eningkat dengan tetap seiring dengan bertambahnya dosis dari agregat kaca.
2.1.3. Pengaruh Jenis Kaca
Ekspansi yang disebabkan Pyrex Glass dan Fused Silica adalah kelipatan dari ekspansi yang disebabkan Clear soda-lime Glass. Selain itu, Fused Silica adalah yang paling reaktif diantara jenis lainnya, diikuti oleh Pyrex Glass dan Soda-lime Glass .
Reaktifitas ternyata berhubungan dengan jumlah kandungan dari amorphous silica. Juga tergantung ke pada faktor lain, misalnya jumlah kandungan dari C aO. Tang mengkorelasikan reaktifitas dari kaca menjadi reactivity index yang didefinisikan dengan : K=(CaO+Al 2O3)/( S iO 2+ Na 2O) Terlihat bahwa pengurangan kandungan CaO dan Al 2O3 (diiringi dengan penambahan kandungan Na 2O dan SiO 2) menyebabkan peningkatan reaktiftas. Fused Silica hampir 100% terdiri dari amorphous silica glass. Pyrex memiliki 2 fase borosilicate yang mengandung 80% silica glass dan 20%
sodium-borate glass.
Fase kedua m enimbulkan microporosity yang lebih besar. Dan kedua fase ini diharapkan memberi reaksi pada rate yang berbeda di dalam highly alkaline pore solution. Soda-lime Glass mengandung silica antara 65-8 0%, tergantung pada komposisinya. Kaca dianggap sebagai material yang hanya memiliki 1 fase, meskipun pada beberapa jenis kaca buram (tidak tembus cahaya) memiliki 2 fase yang dapat menyebabkan rate reaksi yang berbeda. Pessimum (ekspansi maksimum) tergantung kepada reaktifitas dari agregat. Agregat yang reaktif, menyebabkan turunnya pessimum size . Material yang highly pozzolanic sekalipun tidak dapat dijamin bebas dari ASR, kecuali partikel penyusunnya sangat halus.
2.1.4. Pengaruh Warna Kaca
Menurut survei di kota New York, lim bah kaca terdiri dari 6 2 % kaca bening, 19 % kaca yang berwarna hijau, 14 % kaca yang berwarna kekuningkuningan dan 5% kaca lainnya. Dari pe nelitian yang telah dilakukan, kaca bening menyebabkan ekspansi yang lebih besar, Kaca yang berwarna hijau bukan hanya tidak reaktif, tetapi malah mengurangi ekspansi dari pasir yang agak reaktif.
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah kaca berwarna hijau yang digiling halus, merupakan cara yang murah untuk menekan efek dari ASR. Semakin halus kaca yang berwarna hijau digiling, maka tingkat keefektifannya semakin meningkat. Warna dari kaca didapatkan dengan menambahkan oksida tertentu dalam lelehan kaca, misalnya Fe 2O3 untuk kaca kekuning-kuningan dan Cr 2O3 untuk kaca hijau yang berwarna hijau. Keefektifan dari kaca yang berwarna hijau untuk menekan efek dari ASR sangat berhubungandenganjumlah kandungan Cr 2O3 di dalamnya. Tetapi Cr 2O3 yang ditambahkan langsung pada campuran beton, sebaliknya meningkatkan ekspansi dan perlu diperhatikan.
2.1.5. Uraian Umum Mengenai ASR
ASR adalah proses kemofisika yang memungkinkan terjadinya kerusakan secara mekanis, pengembangan dan terjadinya ekspansi. Hal ini tergantung kepada komposisinya. Dari ekspansi yang telah diamati, hasil dari ekspansi yang elastik maupun non-elastik disebabkan oleh kumulatif dari tekanan hidrostatik, dimana tergantung kepada modul elastik dari matriks agregat, kekentalan dari ASR gel, permeability dari matriks, dan ukuran dari agregat.
Bila reaksi ini berlanjut dan tekanan internal melebihi kekuatan tarik
dari matriks, akan terbentuk retak-retak di sekitar partikel agregat yang
mengalami reaksi. Proses kimia dan fisika ini mempengaruhi tekanan internal
(tekanan dalam), dimana akan mengakibatkan ekspansi dan microcracking
dari beton.
Concrete Masonry Blocks
Blok bata yang terbuat dari bet on cocok untuk menyerap limbah kaca dalam jumlah yang besar. Concrete blocks pada umumnya terdiri dari 3010 pon kerikil, 5600 pon pasir, 1000 pon se men dan 174 pon air. Dan campuran ini, dapat menghasilkan kurang lebih 250 blok beton. Diadakan pengetesan untuk 4 campuran yang berbeda. Campuran A adalah sebagai acuan/kontro l dan memiliki komposisi yang sama persis seperti di atas. Cam puran B, C, D adalah identik dengan campuran A, kecuali beberapa hal sebagai berikut, pada campuran B, 430 pon pasir digantikan deng an agregat kaca (yang lolos saringan N o.30) yang m emiliki warna yang bermacam-macam. Pada campuran C, 10% dari jum lah semen digantikan dengan agregat kaca (yang lolos saringan No.400). Pada campuran D, pergantian dari campuranB dan campuran C dikombinasi.
Hasil tes kekuatan setelah 28 hari menunjukkan :
Campuran A : 32.2 Mpa
Campuran B : 29.4 Mpa
Campuran C : 31.9 Mpa
Campuran D : 29.4 Mpa
Sekarang, paving blok dengan 100% agregat kaca telah diproduksi, dengan kekuatan yang melebihi 69 Mpa. Sedangkan untuk drying shrinkage menunjukkan :
Campuran A : 0.017%
Campuran B : 0.0286%
Campuran C : 0.03%
Campuran D : 0.026%
Semua hasil ini berada di bawah 0.065% dan sesuai dengan spesifikasi ASTM C90.
Apakah blok bata yang terbuat dari beton (concrete masonry blocks) dengan agregat kaca yang berasal dari limbah ini dapat diproduksi secara ekonomis, tergantung kepada technical feas ibility dan economical feasibility. Technical feasibility telah ditunjukkan, tetapi memproduksi blok beton merupakan bisnis yang sangat kompetitif Digambarkan disini, concrete blocks dapat dijadikan produk komoditi, walaupun menggantikan semen dan pasir dengan agregat kaca memiliki efek ekonomis yang paling baik, tetapi disini ditawarkan kesempatan untuk menyerap limbah kaca dalam jumlah yang besar.
Dengan cara demikian, dapat meringankan masalah pembuangan. Sebagai contoh, bila
suatu pabrik yang dalam waktu setahun menghasilkan 5 juta blocks dimana
menggunakan 10% agregat kaca, berarti telah menyerap 10 ribu ton limbah
kaca. (10 ribu ton adalah 10% dari limbah kaca yang dihasilkan kota New
York dalam setahun).
2.1.7. Produk Beton Arsitektural
Jika limbah kaca ini disortir berdasarkan warna, digolongkanberdasarkan ukuran, dicampur dengan pasta semen dan diperhalus permukaannya, maka glascrete merupakan material yang memiliki nilai tambah. Gl ascrete menghasilkan nilai dekoratif yang tidak terbatas dan aplikasinya dalam dunia arsitektural. Nilai tam bah lainnya adalah dapat menggantikan batu-batuan alami yang lebih mahal harganya, seperti marmer/pualam dan granit. Dapat di pertimbangkan penggunaannya pada ubin lantai atau dinding, panel dinding, meja, bangku dan perabot lainnya. Juga pada bangunan untuk tumbuh-tumbuhan, vas dan paving blok. Kekuatan tekan secara umum cukup memadai, karena untuk 6 000 psi (40 MPa) dapat dengan m udah dicapai. B ila diinginkan kekuatan tarik, maka dapat diperkuat dengan fiber yang cocok.
Ringkasan
1. Ukuran pessimum (ukuran partikel yang menyebabkan ekspansi maksimum) merupakan fungsi dari tipe kaca dan warna. Seiiring dengan bertambahnya reaktivitas dari kaca, maka ukuran pessimum bergeser ke arah ukuran partikel yang lebih kecil.
2. Ekspansi dari m ortar sebanding dengan kandungan kaca
3. Ekspansi ju ga sangat bergantung kepada warna dari kaca. Kaca soda-lime yang bening merupakan yang paling reaktif, diikuti dengan yang berwarna kekuning-kuningan. Kaca yang berwarna hijau tidak menyebabkan ekspansi yang berarti. Korelasi yang erat ditemukan antara ekspansi dan kandungan Cr 2O3. . Kaca berwarna hijau yang digiling halus, merupakan cara yang murah untuk menekan efek dari ASR.
Agregat Kasar dan Agregat Halus
Agregat kasar yang digunakan adalah batu pecah dengan ukuran 20 mm / 40 mm. Hal ini dilakukan agar proporsi dari agregat – agregat terhadap ukuran cetakan dari sample balok dapat mendekati keadaan sebenarnya di lapangan.
Agregat Kaca
Dengan bahan mentah yang banyak dan murah, kaca memiliki ketahanan terhadap abrasi serta ketahanan terhadap cuaca atau serangan kimia yang baik. Kaca biasa berbahan dasar silika-silika dioksida yang memiliki susunan kristal tetrahedral yang acak. Apabila silika didinginkan dengan kecepatan normal akan menghasilkan struktur yang amorphous. Hal ini mungkin bisa dianggap sebagai bentuk kristal yang sangat menyimpang dan bersifat random. Meskipun silika m erupakan dasar penyusun kaca tetapi tidak digunakan dalam bentuk murni karena temperatur lelehnya yang tinggi, sekitar 1700º C. Silika kem udian dimodifikasi dengan mencampurkan sodium karbonat yang pada suhu tinggi akan berubah menjadi sodium oksida dan bereaksi lagi dengan sebagian silika menjadi sodium disilikat, yang akan menghentikan sebagian rangkaian pembentukan silikon-oksigen yang rigid. Material yang terbentuk disebut sebagai ‘ soda glass’ meleleh pada temperature yang lebih rendah, sekitar 800º C. Sayangnya, soda-glass ini mudah larut dalam air, sehingga ditambahkan kalsium karbonat untuk membentuk jaringan campuran baru agar membuat kaca stabil. Komposisi kaca soda-lime adalah kira-kira sebagai berikut :
SiO2 :75%
Na2O :15%
CaO :10%
Binder
Binder adalah bahan pengikat dalam campuran beton yang terdiri dari semen dan bahan pengisi ( fille r ). Filler berfungsi untuk meningkatkan kepadatan ( density ) beton. Filler dapat mengisi rongga – rongga dalam beton dikarenakan ukuran fille r yang lebih kecil daripada semen Kombinasi antara semen dengan filler akan menghasilkan senyawa kalsium silikat hidrat (CSH) yang berfungsi mengikat campuran beton. ( Muntu, dan Gunawan 13 ). 2.4.1. Semen Portland
Definisi Semen Portland
Semen Portland adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak. Semen Portland, terutama terdiri dari kalsium silikat yang bersifat hidraulis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat serta boleh ditambah dengan bahan lain. 2.4.1.2 Bahan Dasar Semen Portland Bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan Semen Portland adalah :
a) Batu kapur : sebagai unsur utama yang mengandung CaO.
b) Tanah liat : sebagai sumber kandungan SiO 2, Al2O3 dan Fe 2O3.
c) Bahan tambahan : mengandung senyawa kalsium sulfat, misalnya
gypsum. Bila perlu, diberi bahan tambahan berupa :
a) Pasir kuarsa atau batu silika : bila kandungan SiO 2 kurang
b) Pasir atau biji besi : bila kandungan Fe 2O3 kurang.
2.4.1.3 Senyawa Utama Pada Semen Portland
Senyawa utama yang terbentuk pada Semen Portland, yaitu :
a) C3S : Trikalsiumsilikat(58%–69%)
b) C2S : Dikalsiumsilikat(8%–15%)
c) C3A : Trikalsiumaluminat(2%–15%)
d) C4AF : Tetrakalsiumalumina errit (6%–14%)
Shrinkage
Saat pasta semen berada pada kondisi plastis, terjadi kontraksi penyusutan volumetrik yang mana skalanya sekitar 1% lebih besar dari volume kering semen sebenarnya. Kontraksi ini dikenal sebagai plastic shrinkage, karena proses ini terjadi pada saat beton masih berada pada fase plastis. (A.M. Neville,p-371). Perubahan volume juga dapat terjadi pada saat setelah setting selesai, dan bisa berupa penyusutan (shrinkage) ataupun pengembangan ( swelling). Hidrasi yang terus m enerus, karena masih ada air yang tersisa, menyebabkan terjadinya pengembangan, tetapi jika tidak ada perubahan kelembaban ke atau dari pasta, menyebabkan shrinkage terjadi. (A.M. Neville,p-373) . Pengetesan di lapangan dan di laboratorium bisa menjadi cukup memusingkan. Pengetesan di lapangan yang menggunakan komponen beton yang sama, dapat menghasilkan nilai yang bervariasi antara 100 – 200 % dari pengetesan di laboratorium. Shrinkage bisa menjadi salah satu penyebab retak. ( American Concrete In stitute, Designing for Creep & Shrinkage in Concrete nStructures, 1982 p-27) . Fenom ena drying shrinkage pada beton dimulai sesegera mungkin saat beton ditaruh. Perubahan volume selama fase plastis beton adalah penyebab utama perubahan volume yang mana secara langsung mempengaruhi tegangan tarik yang dapat menyebabkan retak. (American Concrete In stitute, Designing for Creep & Shrinkage in Concrete S tructures, 1982 p-36) . Ga mbar cracking pada beton dapat dlihat pada gambar 2.6.
Pengujian shrinkage Beton
Ruang Lingkup
Pengetesan ini mencakup apparatus dan peralatan yang digunakan untuk persiapan specimen untuk penentuan perubahan panjang pada pasta semen yang telah mengeras, mortar dan beton. (ASTM C 490 – 93a p-245) .
Prosedur Pengetesan 2.6.2.1.Persiapan Cetakan
Join-join pada cetakan, garis kontak dari cetakan dan pelat dasar harus ditutup dengan rapat untuk mencegah kebocoran air dari specimen yang baru dicetak. Lapisi dengan tipis permukaan interior dari cetakan dengan minyak mineral. (ASTM C 490 – 93a p-247) .
Pengetesan
Pengetesan dilakukan setelah specimen terpasang pada apparatus. Prosedur pengetesan yang dilakukan adalah (ASTM C 490 – 93a p-247) :
a) Letakkan posisi batang penunjuk dial pada suatu acuan yang sama untuk setiap spesimen yang dibandingkan pada suhu ruang yang ditetapkan.
b) Catat pem bacaan minimum dari dial untuk setiap perubahan yang
terjadi pada pembacaan dial .
Temperatur dan kelembaban.
Temperatur ruangan harus dijaga pada suhu antara 20 ºC dan 27,5 ºC (68 ºF dan 81,5 ºF) Kelem baban relatifnya tidak boleh lebih dari 50 %. (ASTM C 490 – 93a p-248) .
http://onlinebuku.com/2009/01/22/pengelolaan-limbah-kaca-sebagai-bahan-dasar-perhiasan/

Solusi :
Limbah kaca dimanfaatkan (didaur ulang) untuk pembuatan elemen dekoratif, dapat digunakan sebagai perhiasan dengan harga yang relatif terjangkau. Dan akan menambah nilai ekonomis.

Limbah Cair Tahu Menjadi Biogas

Limbah Cair Tahu Menjadi Biogas
Tahu adalah salah satu makanan tradisional yang biasa dikonsumsi setiap hari oleh orang Indonesia. Proses produksi tahu menhasilkan 2 jenis limbah, limbah padat dan limbah cairan. Pada umumnya, limbah padat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sedangkan limbah cair dibuang langsung ke lingkungan. Limbah cair pabrik tahu ini memiliki kandungan senyawa organik yang tinggi. Tanpa proses penanganan dengan baik, limbah tahu menyebabkan dampak negatif seperti polusi air, sumber penyakit, bau tidak sedap, meningkatkan pertumbuhan nyamuk, dan menurunkan estetika lingkungan sekitar.
Banyak pabrik tahu skala rumah tangga di Indonesia tidak memiliki proses pengolahan limbah cair. Ketidakinginan pemilik pabrik tahu untuk mengolah limbah cairnya disebabkan karena kompleks dan tidak efisiennya proses pengolahan limbah, ditambah lagi menghasilkan nilai tambah. Padahal, limbah cair pabrik tahu memiliki kandungan senyawa organik tinggi yang memiliki potensi untuk menghasilkan biogas melalui proses an-aerobik. Pada umumnya, biogas mengandung 50-80% metana, CO2, H2S dan sedikit air, yang bisa dijadikan sebagai pengganti minyak tanah atau LPG. Dengan mengkonversi limbah cair pabrik tahu menjadi biogas, pemilik pabrik tahu tidak hanya berkontribusi dalam menjaga lingkungan tetapi juga meningkatkan pendapatannya dengan mengurangi konsumsi bahan bakar pada proses pembuatan tahu.
Bahan baku yaitu dali limbah tahu cair menjadi Biogas
Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih. Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah cair ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari sungai. Sumber limbah cair lainnya berasal dari pencucian kedelai, pencucian peralatan proses, pencucian lantai dan pemasakan serta larutan bekas rendaman kedelai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuat tahu kira-kira 15-20 l/kg bahan baku kedelai, sedangkan bahan pencemarnya kira-kira untuk TSS sebesar 30 kg/kg bahan baku kedelai, BOD 65 g/kg bahan baku kedelai dan COD 130 g/kg bahan baku kedelai (EMDI & BAPEDAL, 1994).
Pada industri tempe, sebagian besar limbah cair yang dihasilkan berasal dari lokasi pemasakan kedelai, pencucian kedelai, peralatan proses dan lantai. Karakter limbah cair yang dihasilkan berupa bahan organik padatan tersuspensi (kulit, selaput lendir dan bahan organik lain).
Industri pembuatan tahu dan tempe harus berhati-hati dalam program kebersihan pabrik dan pemeliharaan peralatan yang baik karena secara langsung hal tersebut dapat mengurangi kandungan bahan protein dan organik yang terbawa dalam limbah cair. Proses produksi

2. Penerapan Prinsip 3R pada Proses Pengolahan Limbah Tahu
• Reduce :
1. Pengolahan Limbah Secara Fisika
Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
2. Pengolahan Limbah Secara Kimia
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.
3. Pengolahan Limbah Secara Biologi
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara nbiologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.
Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:
1. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);
2. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).
Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.
• Reuse :
Limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu dapat digunakan sebagai alternatif pakan ternak. Hal tersebut dilakukan karena dalam ampas tahu terdapat kandungan gizi. Yaitu, protein (23,55 persen), lemak (5,54 persen), karbohidrat (26,92 persen), abu (17,03 persen), serat kasar (16,53 persen), dan air (10,43 persen). Salah satu alasannya, selain untuk mengurangi pencemaran lingkungan, khususnya perairan.
• Recycle :
Larutan bekas pemasakan dan perendaman dapat didaur ulang kembali dan digunakan sebagai air pencucian awal kedelai. Perlakuan hati-hati juga dilakukan pada gumpalan tahu yang terbentuk dilakukan seefisien mungkin untuk mencegah protein yang terbawa dalam air dadih.
3. Materi
Perombakan (degradasi) limbah cair organik akan menghasilkan gas metana, karbondioksida dan gas-gas lain serta air. Perombakan tersebut dapat berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Pada proses aerobik limbah cair kontak dengan udara, sebaliknya pada kondisi anaerobik limbah cair tidak kontak dengan udara luar.
Biasanya biogas dibuat dari limbah peternakan yaitu kotoran hewan ternak maupun sisa makanan ternak, namun pada prinsipnya biogas dapat juga dibuat dari limbah cair. Biogas sebenarnya adalah gas metana (CH4). Gas metana bersifat tidak berbau, tidak berwarna dan sangat mudah terbakar. Pada umumnya di alam tidak berbentuk sebagai gas murni namun campuran gas lain yaitu metana sebesar 65%, karbondioksida 30%, hidrogen disulfida sebanyak 1% dan gas-gas lain dalam jumlah yang sangat kecil. Biogas sebanyak 1000 ft3 (28,32 m3) mempunyai nilai pembakaran yang sama dengan 6,4 galon (1 US gallon = 3,785 liter) butana atau 5,2 gallon gasolin (bensin) atau 4,6 gallon minyak diesel. Untuk memasak pada rumah tangga dengan 4-5 anggota keluarga cukup 150 ft3 per hari.
Proses dekomposisi limbah cair menjadi biogas memerlukan waktu sekitar 8-10 hari. Proses dekomposisi melibatkan beberapa mikroorganisme baik bakteri maupun jamur, antara lain :
a. Bakteri selulolitik
Bakteri selulolitik bertugas mencerna selulosa menjadi gula. Produk akhir yang dihasilkan akan mengalami perbedaan tergantung dari proses yang digunakan. Pada proses aerob dekomposisi limbah cair akan menghasilkan karbondioksida, air dan panas, sedangkan pada proses anaerobik produk akhirnya berupa karbondioksida, etanol dan panas.
b. Bakteri pembentuk asam
Bakteri pembentuk asam bertugas membentuk asam-asam organik seperti asam-asam butirat, propionat, laktat, asetat dan alkohol dari subtansi-subtansi polimer kompleks seperti protein, lemak dan karbohidrat. Proses ini memerlukan suasana yang anaerob. Tahap perombakan ini adalah tahap pertama dalam pembentukan biogas atau sering disebut tahap asidogenik.
c. Bakteri pembentuk metana
Golongan bakteri ini aktif merombak asetat menjadi gas metana dan karbondioksida. Tahap ini disebut metanogenik yang membutuhkan suasana yang anaerob, pH tidak boleh terlalu asam karena dapat mematikan bakteri metanogenik.
4. Biaya:
• Biaya Langsung
5. Energi
Penggunaan limbah tahu cair sebagai bahan baku pembuatan biogas memanfaatkan bahan-bahan yang dapat diperbaharui seperti penggunaan bakteri atau mikroorganisme pada proses pengolahannya. Sehingga pada proses pengolahan tersebut dapat mengemat energi.
Produk Baru
Produk yang dihasilkan dari pengolahan limbah tahu cair adalah biogas. Bio gas sangat bermanfaat bagi alat kebutuhan rumah tangga/kebutuhan sehari-hari, misalnya sebagai bahan bakar kompor (untuk memasak), lampu, penghangat ruangan/gasolec, suplai bahan bakar mesin diesel, untuk pengelasan (memotong besi), dan lain-lain. Sedangkan manfaat bagi lingkungan adalah dengan proses fermentasi oleh bakteri anaerob (Bakteri Methan) tingkat pengurangan pencemaran lingkungan dengan parameter BOD dan COD akan berkurang sampai dengan 98% dan air limbah telah memenuhi standard baku mutu pemerintah sehingga layak di buang ke sungai. Bio gas secara tidak langsung juga bermanfaat dalam penghematan energi yang berasal dari alam, khususnya sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (minyak bumi) sehingga sumber daya alam tersebut akan lebih hemat dalam penggunaannya dalam jangka waktu yang lebih lama lagi.

http://onlinebuku.com/2009/01/15/limbah-tahu-cair-menjadi-biogas/

Solusi :
Penerapan Prinsip 3R(Reuse, Reduce, Recycle) pada Proses Pengolahan Limbah Tahu

Pengolahan Limbah Cair Menjadi Air Bersih

Perkembangan perindustrian tekstil di kota besar sudah dimulai sejak tahun 70-an. Seiring dengan perkembangan zaman, industri tekstil semakin berkembang khususnya di perkotaan. Dalam menjalankan kegiatannya, industri tekstil banyak membutuhkan air bersih yang umumnya diambil dari tanah. Pengambilan air yang tidak terkontrol selama ini mengakibatkan berkurangnya persediaan air tanah yang dibutuhkan makhluk hidup.
Sekarang ini, krisis air bersih mulai dirasakan masyarakat, khususnya masyarakat kota. Namun, perindustrian tekstil merupakan salah satu sumber penghasilan dan sangat diperlukan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat. Untuk itu, solusi yang harus dilakukan adalah penggunaan air tanah yang efisien, dan mendaur ulang limbah dari buangan air limbah industri merupakan alternatif terbaik.
Di dalam dunia industri, sebagian besar air yang telah digunakan dalam sistem produksinya akan dibuang ke lingkungan bersama-sama dengan berbagai jenis polutan yang terkandung di dalamnya. Limbah cair yang dibuang ini pun akan menyebabkan berbagai macam dampak lingkungan yang terjadi di sekitarnya.

http://onlinebuku.com/2009/06/30/pengolahan-limbah-cair-menjadi-air-bersih/

Solusi :
Cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi pencemaran lingkungan adalah dengan cara mendaur ulang limbah cair tersebut, sehingga nantinya dapat diperoleh air bersih yang siap pakai. Telah ditemukan teknologi terbaru yang dapat mendaur ulang limbah cair menjadi air bersih yang siap pakai. Teknologi tersebut berasal dari MecWash System and environtmental water recycling capability yang bekerja sama dengn Aqua-Save Technologies pengolahan limbah cair.
Dengan menggunakan sistem Aqua-Save dapat mengubah air bersih yang akan tahan lama hingga lebih dari 6 minggu dan masih dapat dipergunakan sampai sekarang. Air bersih tersebut dihasilkan dari proses penyulingan yang hanya membutuhkan waktu singkat untuk prosesnya.
Aqua-save system merupakan metode yang paling tepat digunakan dari pada metode lainnya. Dapat menghilangkan minyak, dan bahan terkontaminasi dari limbah cair. Keseluruhan operasi yang optimal akan memberikan hasil yang diharapkan kurang dari 7 bulan. Instalasi aqua-save telah menjadi kunci permasalahan untuk coolant yang mengandung 4% minyak, sama baiknya seperti pengolahan limbah cair lainnya.
Hasil dari proses ini adalah air bersih yang dapat diserap kemudian ditransfer menuju IBC untuk digunakan kembali dalam berbagai proses manufaktur.
Aqua-Save didisain untuk merawat, memulihkan dan menggunakan kembali limbah cair dengan memisahkan emulsi minyak. Konsentrat limbah minyak ini yang biasanya mengandung kurang dari 5% dari volume awal merupakan material yang perlu dibuang.
Investasi Aqua-Save System dapat menghemat biaya lebih dari £5000 per tahun.